Arti Ucapan Selamat Natal

Kata “Selamat Natal” merupakan idiom yang diucapkan kepada seseorang yang beragama Katolik ketika merayakan hari kelahiran Yesus Kristus, setiap tanggal 25 Desember. Kalimat tersebut terdiri dari 2 kata, “Selamat” dan “Natal”. Kata “Selamat” memiliki arti terbebas dari bahaya, malapetaka; bencana; tidak kurang suatu apa; tidak mendapat gangguan; kerusakan, dan sebagainya. Sedangkan kata “Natal” berarti kelahiran yang diserap dari bahasa Portugis, diartikan secara khusus sebagai hari raya umat Kristen yang diperingati setiap tahun pada tanggal 25 Desember.

Dengan demikian, ucapan “Selamat Natal” dimengerti sebagai bentuk ucapan doa kepada orang yang merayakan hari Natal. Jika diartikan menjadi: semoga engkau merayakan hari raya kelahiran Yesus Kristus (Isa Al Masih) dengan terbebas dari bahaya, malapetaka, bencana, tidak kurang suatu apa, tidak mendapat gangguan.

Apakah perayaan hari raya Natal ada dasarnya?

  1. Dasar Biblis.

Dalam Lukas 2:8-20 ditampilkan secara jelas tentang perayaan kelahiran Yesus Kristus. Setelah Yesus lahir, para malaikat (utusan Tuhan/pembawa firman Tuhan) memberitakan kelahiran Yesus kepada para gembala. Disebutkan “..ada kesukaan besar untuk seluruh bangsa..” (ay.10). Secara implisit seluruh bangsa harusnya bersuka-cita dan bergembira untuk merayakan peristiwa kelahiran Yesus Kristus ini. Bisa diartikan juga sebagai suatu perintah Tuhan melalui malaikat, bahwa seluruh bangsa (tanpa terkecuali) harus bersuka-cita. Kesukaan besar itu ditampilkan contoh oleh bala tentara sorga dengan bentuk memuji-muji Allah. Kemudian kesukaan yang diwartakan/diperintahkan oleh malaikat itu dilaksanakan oleh para gembala yang telah membuktikan dan menyaksikannya, (ay.20) “Maka kembalilah gembala-gembala itu sambil memuji dan memuliakan Allah…” Bisa dibayangkan, bahwa mereka “merayakan” peristiwa itu bahkan selagi masih dalam perjalanan, ditampakkan dengan kata, “…sambil…” ketika dalam perjalanan.

  1. Tradisi Natal.

Permulaan tradisi perayaan Natal sebenarnya telah diawali sendiri oleh para gembala pada zaman Yesus lahir. Kemudian berdasarkan catatan sejarah, perayaan Natal mulai dirayakan kembali sekitar tahun 336 Masehi, yang dijatuhkan pada tanggal 25 Desember menurut kalender Romawi kuno. Karena memang tidak ada catatan yang dapat dijadikan dasar untuk menentukan hari lahir Yesus. Maka dengan berbagai pertimbangan dan alasan tertentu, hari Natal ditetapkan tanggal 25 Desember. Hal itu tentu tidak menyalahi aturan apa pun dan tidak mengurangi makna dari perayaan itu sendiri, karena esensinya di situ adalah “merayakan”, yang mana tidak ada keharusan tepat pada hari, tanggal, jam tertentu.

  1. Dasar Sosiologis.

Sifat manusia salah satunya adalah gembira jika mengalami situasi yang membuatnya hatinya senang. Ungkapan kegembiraan itu diwujudkan dengan berbagai hal, antara lain: berdoa, memuji Allah, bernyanyi, berpesta, mengundang orang lain, menceritakan kegembiraan itu pada orang lain, dan sebagainya.

Demikian pun dengan peristiwa Natal, yang merupakan peristiwa yang membuat orang menjadi penuh harapan dan suka-cita, karena Allah berkenan menyelamatkan manusia. Tentu tidak ada kesukaan lain yang lebih besar dari hal ini.

Mengucapkan “Selamat Natal” pada orang lain mengandung makna yang mendalam jika disadari dan bukan sekedar dimaknai sebagai bertegur sapa. Di dalamnya terdapat makna secara sosiologis, maka kita turut bergembira dengan orang yang bergembira. “Bersukacitalah dengan orang yang bersuka-cita, dan menangislah dengan orang yang menangis” (Roma 12:15). Dan dengan itu pula, kita mendoakan orang yang kita beri ucapan.

Perayaan hari raya Natal bukanlah perayaan “ulang tahun kelahiran Yesus”, tetapi merupakan perayaan suka cita karena “Allah yang berkenan menyelamatkan umat manusia”. Jika perayaan Natal merupakan perayaan ulang tahun Yesus, maka yang merayakan bukan orang lain, tetapi Yesus sendiri, dan yang diberi ucapan selamat ulang tahun adalah Yesus sendiri. Perayaan Natal sangat berbeda dengan perayaan hari raya kelahiran nabi bagi umat beragama lain. Jika saudara-saudara kita yang bergama lain, merayakan hari lahir nabinya, itu mungkin mungkin memang sekedar perayaan kelahiran (semacam ulang tahun).

Dalam hari raya Natal, yang bergembira dan bersuka-cita adalah kita, bukan Yesus. Kita bersuka-cita dan bergembira karena hidup kita diselamatkan. Allah yang telah menjanjikan juru selamat melalui para nabi dalam sejarah bangsa Israel, telah dipenuhi dalam kelahiran Yesus Kristus.

Satu Tanggapan

Tinggalkan komentar